Ida Bhujangga Rsi Waisnawa |
PENGERTIAN DAN HAKEKAT YADNYA
Pada awalnya banyak orang
mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu
tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada
dasarnya Yadnya bukanlah sekedar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas
manusia dalam rangka sujud bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya.
Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya. Pada masa srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat ) melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma . Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui Yadnya.
Dalam Bhagawadgita Bab III, sloka 10 disebutkan :
saha-yajòàá prajàh såûþwà purowàca prajàpatih; anena prasawiûyadham eûa wo ‘stw iûþa-kàma-dhuk
artinya :
Dahulu kala Prajapati ( Hyang Widhi ) menciptakan manusia dengan yajnya dan bersabda; dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk keinginanmu.
Dari satu sloka di atas jelas bahwa manusia saja diciptakan melalui yadnya maka untuk kepentingan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yadnya. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Contoh sederhana bila kita memiliki secarik kain dan berniat untuk menjadikannya sepotong baju, maka kain yang utuh tersebut harus direlakan untuk dipotong sesuai dengan pola yang selanjutnya potongan-potongan tersebut dijahit kembali sehingga berwujud baju. Sedangkan potongan yang tidak diperlukan tentu harus dibuang. Jika kita bersikukuh tidak rela kainnya dipotong dan dibuang sebagian maka sangat mustahil akan memperoleh sepotong baju.
Dari gambaran sederhana di atas dapat diambil kesimpulan bahwa demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup maka kita harus rela mengorbankan sebagian dari milik kita. Hyang Widhi akan merajut potongan-potongan pengorbanan kita dan menjadikannya sesuai dengan keinginan kita. Tentu saja pengorbanan ini harus dilandasi rasa cinta, tulus dan ikhlas. Tanpa dasar tersebut maka suatu pengorbanan bukanlah yadnya.
Pengorbanan dalam hal ini bukan saja dalam bentuk materi. Segala aspek yang dimiliki manusia dapat dikorbankan sebagai yadnya, seperti; korban pikiran, pengetahuan, ucapan, tindakan , sifat, dan lain-lain termasuk nyawa sendiri dapat digunakan sebagai korban.
1.
TUJUAN YADNYA
Dalam banyak sloka dari berbagai kitab menyatakan bahwa alam
semesta beserta segala isinya termasuk manusia; diciptakan , dipelihara dan
dikembangkan melalui yadnya. Oleh karena itu maka yadnya yang dilakukan oleh
manusia tentu bertujuan untuk mencapai tujuan hidup manusia menurut konsep
Hindu yakni Moksartham jagat hita ( Kebahagiaan sekala dan niskala ).
Dalam rangka mencapai tujuan tertinggi tersebut manusia harus melakukan aktivitas dan berkarma. Paling tidak empat hal yang harus dilakukan manusia yaitu, penyucian diri, peningkatan kualitas diri, sembahyang, dan senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Pencipta.
Empat hal di atas semuanya dapat dicapai melalui Yadnya. Oleh karena itu tujuan Yadnya adalah :
Dalam rangka mencapai tujuan tertinggi tersebut manusia harus melakukan aktivitas dan berkarma. Paling tidak empat hal yang harus dilakukan manusia yaitu, penyucian diri, peningkatan kualitas diri, sembahyang, dan senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Pencipta.
Empat hal di atas semuanya dapat dicapai melalui Yadnya. Oleh karena itu tujuan Yadnya adalah :
1.
Untuk Penyucian
Untuk mencapai
kebahagiaan maka hidup ini harus suci. Tanpa kesucian sangat mustahil
keharmonisan dan kebahagiaan itu dapat tercapai. Pribadi dan jiwa manusia dalam
aktivitasnya setiap hari berinteraksi dengan sesama manusia dan alam lingkungan
akan saling berpengaruh. Guna ( sifat satwam, rajas, dan tamas ) orang akan
saling mempengaruhi, demikian juga “guna” alam akan mempengaruhi manusia. Untuk
mencapai kebahagiaan maka manusia harus memiliki imbangan Guna Satwam yang
tinggi. Pribadi dan jiwa manusia harus dibersihkan dari guna rajas dan guna
tamas.
Melalui Yadnya kita dapat menyucikan diri dan juga menyucikan lingkungan alam sekitar. Jika manusia dan alam memiliki tingkatan guna satwam yang lebih banyak maka keharmonisan alam akan terjadi.
Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan :
“ Adbhirgatrani suddhayanti mana satyena suddhayanti, Widyatapobhyam bhutatma buddhir jnanena suddhayanti”
Melalui Yadnya kita dapat menyucikan diri dan juga menyucikan lingkungan alam sekitar. Jika manusia dan alam memiliki tingkatan guna satwam yang lebih banyak maka keharmonisan alam akan terjadi.
Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan :
“ Adbhirgatrani suddhayanti mana satyena suddhayanti, Widyatapobhyam bhutatma buddhir jnanena suddhayanti”
Artinya :
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan yang benar.
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan yang benar.
Oleh karena itu jadikanlah aktivitas sehari-hari kita sebagai yadnya. Laksanakan kewajiban diri sendiri dengan penuh kesadaran dan keihlasan sehingga masuk dalam kelompok yadnya. Dengan demikian maka setiap kegiatan yang kita lakukan selalu memberikan kesucian pada diri pribadi.
Demikian juga untuk kesucian alam dan lingkungan lakukan upacara/ ritual sesuai dengan sastra agama sehingga kita akan senantiasa berada pada lingkungan yang suci. Lingkungan yang suci akan memberikan kehidupan yang suci juga bagi manusia.
2.
Untuk meningkatkan kualitas diri
Setiap kelahiran manusia
selalu disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan
untuk meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya
atman dengan brahman ( brahman atman aikyam ) dapat tercapai.
Hanya dilahirkan sebagai manusia memiliki sabda, bayu , dan idep dapat melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk meningkatkan kualitas jiwatman, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 2 sebagai berikut :
Ri sakwehning sarwa bhùta, iking janma wwang juga wénang gumawayakén ikang çubhàçubhakarma, kunéng panéntasakéna ring çubhakarma juga ikangaçubhakarma, phalaning dadi wwang.
Artinya :
Diantara semua mahluk hidup , hanya yang dilahirkan sebagai manusia saja yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, oleh karena itu leburlah ke dalam perbuatan baik , segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia.
Hanya dilahirkan sebagai manusia memiliki sabda, bayu , dan idep dapat melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk meningkatkan kualitas jiwatman, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 2 sebagai berikut :
Ri sakwehning sarwa bhùta, iking janma wwang juga wénang gumawayakén ikang çubhàçubhakarma, kunéng panéntasakéna ring çubhakarma juga ikangaçubhakarma, phalaning dadi wwang.
Artinya :
Diantara semua mahluk hidup , hanya yang dilahirkan sebagai manusia saja yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, oleh karena itu leburlah ke dalam perbuatan baik , segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia.
Dari sloka di atas jelas kewajiban hidup manusia adalah untuk selalu meningkatkan kualitas diri melalui perbuatan baik. Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui Yadnya. Dengan demikian setiap yadnya yang kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman.
3.
Sebagai sarana menghubungkan diri dengan Tuhan
Alam semesta dengan
segala isinya termasuk manusia adalah ciptaan Hyang Widhi. Oleh karena itu
hidup manusia dalam rangka mencapai tujuannya tidak akan lepas dari tuntunan
dan kekuasaan Tuhan. Untuk menjaga agar senantiasa jalan kehidupan kita pada
arah yang benar dan selalu mendapat sinar suci serta tuntunan Hyang Widhi maka
haruslah kita selalu menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sebagaimana
dalam ajaran Tri Hita Karana. Cara paling sederhana menghubungkan diri dengan
Tuhan adalah sembahyang. Sembahyang artinya menyembah Hyang Widhi. Jika dalam
kehidupan kita senantiasa dapat memusatkan pikiran, memuja Hyang widhi maka
tujuan tertinggi pasti akan tercapai sebagaimana sabda Tuhan dalam Bhagawad
Gita Bab IX sloka 34 :
Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah pada-Ku, dan tunduklah pada-Ku, dan dengan mendisiplinkan dirimu serta menjadikan-Ku sebagai tujuan, engkau akan sampai kepada-Ku.
Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah pada-Ku, dan tunduklah pada-Ku, dan dengan mendisiplinkan dirimu serta menjadikan-Ku sebagai tujuan, engkau akan sampai kepada-Ku.
Untuk senantiasa dapat memusatkan pikiran dan memuja Hyang Widhi tidaklah mudah. Perlu kedisiplinan dan keihlasan dalam menjalaninya. Satu-satunya cara agar kita selalu dapat menghubungkan diri dengan Maha Pencipta adalah dengan mempelajari, memahami dan melaksanakan Yadnya. Yadnya dalam kegiatan karma keseharian adalah sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Terlebih Yadnya dalam bentuk Upacara/ritual jelas merupakan wujud nyata usaha menghubungkan manusia dengan Sang Penciptanya.
4.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih.
Manusia memiliki rasa dan pikiran dan dalam tatanan kehidupan
sosial terikat pada aturan susila dan moral. Dengan olah rasa yang baik maka
rasa syukur merupakan salah satu motivasi utama untuk selalu berbuat kebajikan.
Kita diberikan hidup sebagai manusia, dilahirkan pada keluarga yang satwam,
berada pada lingkungan sosial yang baik , dan diciptakan bersama bumi yang
penuh keindahan dan kedamaian, adalah suatu yang luar biasa. Oleh karena itu
tidak ada alasan bagi manusia bijak untuk tidak bersyukur dan tidak berterima
kasih kepada Sang Pencipta.
Ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi itulah dilakukan dengan Yadnya
Bekerja dengan benar dan giat, menolong orang yang kesusahan, belajar giat, dan kegiatan lain yang didasari pengabdian dan rasa ikhlas adalah salah satu contoh ungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih atas anugrah Tuhan untuk kesehatan, keselamatan diri, rejeki, serta kehidupan yang kita terima.
Upacara/ritual yang dilakukan Umat Hindu baik yang bersifat rutin (contohnya ngejot, maturan sehari-hari dsb ), maupun berkala ( rahinan, odalan, serta hari suci lainnya ) salah satu tujuan utamanya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi atas semua anugrah Beliau.
Ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi itulah dilakukan dengan Yadnya
Bekerja dengan benar dan giat, menolong orang yang kesusahan, belajar giat, dan kegiatan lain yang didasari pengabdian dan rasa ikhlas adalah salah satu contoh ungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih atas anugrah Tuhan untuk kesehatan, keselamatan diri, rejeki, serta kehidupan yang kita terima.
Upacara/ritual yang dilakukan Umat Hindu baik yang bersifat rutin (contohnya ngejot, maturan sehari-hari dsb ), maupun berkala ( rahinan, odalan, serta hari suci lainnya ) salah satu tujuan utamanya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi atas semua anugrah Beliau.
5.
Untuk menciptakan kehidupan yang harmonis
Hyang Widhi menciptakan alam dengan segala isinya untuk memutar
kehidupan. Sekecil apapun ciptaan-Nya memiliki fungsi tersendiri dalam
kehidupan ini. Dewa, Asura, manusia, binatang, tumbuhan, bulan, bintang, bahkan
bakteri dan kumanpun semuanya memiliki tugas dan fungsi tersendiri dalam memutar
kehidupan ini. Alam dengan segala isinya memiliki keterkaitan dan
ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu manusia sebagai bagian alam
semesta mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas dan fungsinya untuk ikut
menciptakan keharmonisan kehidupan. Dalam Bhagawad Gita , III.16 dijelaskan :
Pàrtha
Di dunia ini, mereka yang tidak
ikut memutar roda kehidupan ini, pada dasarnya bersifat jahat, memperturutkan
nafsu semata dan mengalami penderitaan, wahai
Agar perputaran roda kehidupan ini berjalan dengan harmonsi maka peranan manusia sangat penting. Jika manusia dalam melakoni hidup penuh keserakahan dan mengabaikan prinsip-prinsip Dharma maka kehancuran pasti terjadi.
Hanya dengan Yadnya keharmonisan alam dapat tercipta. Yadnya menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan keharmonisan hubungan manusia dengan alam.
Dalam melaksanakan Yadnya ada tiga kewajiban utama yang harus dilunasi manusia atas keberadaannya di dunia ini yang disebut Tri Rna ( tiga hutang hidup). Tri Rna ini dibayar dengan pelaksanaan Panca Yadnya. Perlu diingat bahwa Yadnya tidak semata-mata dilaksanakan dengan upakara/ritual.
Tri Rna terdiri dari :
Agar perputaran roda kehidupan ini berjalan dengan harmonsi maka peranan manusia sangat penting. Jika manusia dalam melakoni hidup penuh keserakahan dan mengabaikan prinsip-prinsip Dharma maka kehancuran pasti terjadi.
Hanya dengan Yadnya keharmonisan alam dapat tercipta. Yadnya menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan keharmonisan hubungan manusia dengan alam.
Dalam melaksanakan Yadnya ada tiga kewajiban utama yang harus dilunasi manusia atas keberadaannya di dunia ini yang disebut Tri Rna ( tiga hutang hidup). Tri Rna ini dibayar dengan pelaksanaan Panca Yadnya. Perlu diingat bahwa Yadnya tidak semata-mata dilaksanakan dengan upakara/ritual.
Tri Rna terdiri dari :
1.
Dewa Rna, yaitu hutang hidup kepada Hyang Widhi yang telah
menciptakan alam semesta termasuk diri kita. Untuk semua ini wajib kita bayar
dengan Dewa Yanya dan Bhuta Yadnya. Dewa Yadnya dalam bentuk pemujaan kepada
Hyang Widhi serta melaksanakan Dharma. Butha Yadnya dilakukan untuk memelihara
alam lingkungan sebagai tempat kehidupan semua mahluk.
2.
Rsi Rna, yaitu hutang kepada para Rsi yang mengorbankan
kehidupannya sehingga dapat memberikan pencerahan kepada manusia melalui
ajaran-ajarannya sehingga manusia dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Rsi
Rna dilunasi dengan melaksanakan Rsi Yadnya.
3.
Pitra Rna, yaitu hutang kepada orang tua dan leluhur. Leluhur
dan orang tua sangat memiliki peranan besar atas kehidupan kita saat ini. Karma
leluhur dan orang tua berpengaruh terhadap keberadaan setiap orang. Paling
tidak kelahiran kita di dunia karena adanya leluhur dan orang tua. Oleh karena
itu maka sudah menjadi kewajiban untuk membalas hutang tersebut. Membayar
hutang kepada orang tua dan leluhur dilakukan dengan Pitra Yadnya dan Manusa
Yadnya
BENTUK DAN JENIS YADNYA
1. Bentuk – bentuk Yadnya
Kitab Bhagawad Gita dalam berbagai sloka menjelaskan bahwa bentuk-bentuk yadnya terdiri dari :
Kitab Bhagawad Gita dalam berbagai sloka menjelaskan bahwa bentuk-bentuk yadnya terdiri dari :
1.
Yadnya dalam bentuk persembahan/Upakara
2.
Yadnya dalam bentuk pengendalian diri/tapa
3.
Yadnya dalam bentuk aktivitas/karma
4.
Yadnya dalam bentuk harta benda / kekayaan/punia
5.
Yadnya dalam bentuk ilmu pengetahuan/jnana
Sampai saat ini di Indonesia khususnya di Bali hampir sebagian
besar umat Hindu masih mengartikan dan mengutamakan bahwa yadnya adalah
upacara/ritual. Padahal upakara/ritual itu adalah salah satu bagian dari
bentuk-bentuk yadnya. Sangat sedikit Umat Hindu di Indonesia yang memberikan
proporsional untuk melaksanakan bentuk-bentuk yadnya yang lainnya. Hindu
memberikan keluasan kepada pemeluknya dalam beryadnya sesuai dengan kondisi dan
kemampuan yang ada dengan peluang kesempatan hasil yang sama. Dengan demikian
apapun bentuk yadnya yang kita lakukan sepanjang sesuai dengan konsep Dharma
maka akan memperoleh hasil yang maksimal.
2. Jenis-jenis Yadnya
Secara garis besar yadnya dapat kelompokkan sebagai berikut :
Secara garis besar yadnya dapat kelompokkan sebagai berikut :
a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan :
1.
Nitya Yadnya
Yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap hari. Yadnya ini
antara lain;
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana.
Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya.
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana.
Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya.
2.
Naimitika Yadnya
Yaitu Yadnya yang dilaksanakan secara berkala/ waktu-waktu
tertentu. Khusus untuk yadnya ini terutama yadnya dalam bentuk persembahan
/upakara yaitu Upacara Piodalan, Sembahyang Purnama dan Tilem, Hari Raya baik
menurut wewaran maupun sasih.
Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada orang pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya pengendalian diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan sebagainya.
Disamping itu ada juga bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan dengan waktu yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana, tirtayatra. Demikian juga bentuk yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak dengan jadwal waktu tertentu. Misalkan jika ada ujian sekolah ada siswa / mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga memperoleh rejeki yang lebih , maka sebagian dipuniakan untuk pura atau untuk panti asuhan.
Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada orang pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya pengendalian diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan sebagainya.
Disamping itu ada juga bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan dengan waktu yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana, tirtayatra. Demikian juga bentuk yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak dengan jadwal waktu tertentu. Misalkan jika ada ujian sekolah ada siswa / mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga memperoleh rejeki yang lebih , maka sebagian dipuniakan untuk pura atau untuk panti asuhan.
b. Berdasarkan nilai materi / jenis bebantenan suatu yadnya
digolongkan menjadi :
1). Nista, artinya yadnya tingkatan kecil yang dapat di bagi lagi menjadi :
1). Nista, artinya yadnya tingkatan kecil yang dapat di bagi lagi menjadi :
1.
Nistaning nista, adalah terkecil dari yang kecil
2.
Madyaning nista, adalah tingkatan sedang dari yang kecil.
3.
Utamaning Nista, adalah tingkatan terbesar dari yang kecil
2). Madya, yaitu yandnya tingkatan sedang yang dapat dibagi lagi
menjadi :
1.
Nistaning Madya, adalah tingkatan terkecil dari yang sedang.
2.
Madyaning madya, adalah tingkatan sedang dari yang sedang.
3.
Utamaning madya, adalah tingkatan terbesar dari yang sedang.
3). Utama, yaitu yadnya tingkatan besar yang dapat dibagi
menjadi :
1.
Nistaning utama, adalah tingkatan terkecil dari yang besar
2.
Madyaning Utama, adalah tingkatan sedang dari yang besar.
3.
Utamaning Utama, adalah tingkatan terbesar dari yang besar.
c. Sedangkan apabila ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau
kepada siapa yadnya tersebut dilaksanakan, dapat digolongkan menjadi :
1). Dewa Yadnya
2). Rsi Yadnya
3). Pitra Yadnya
4). Manusa Yadnya
5). Bhuta Yadnya
1). Dewa Yadnya
2). Rsi Yadnya
3). Pitra Yadnya
4). Manusa Yadnya
5). Bhuta Yadnya
Kelima jenis yadnya di atas dikenal dengan istilah Panca Yadnya.
Uraian mengenai Panca Yadnya akan dibahas tersendiri setelah bagian ini.
d. Dari segi kualitas yadnya dapat dibedakan atas:
1). Satwika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan dasar utama sradha bakti, lascarya, dan semata melaksanakan sebagai kewajiban. Apapun bentuk yadnya yang dilakukan seperti; persembahan, pengendalian diri, punia, maupun jnana jika dilandasi bakti dan tanpa pamrih maka tergolong Satwika Yadnya. Yadnya dalam bentuk persembahan / upakara akan sangat mulia dan termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina, mantra, Annasewa, dan nasmita.
2). Rajasika Yadnya yaitu yadnya dilakukan dengan motif pamrih serta pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang melakukan punia berharap agar dirinya dianggap dermawan. Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah panjang lebar dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar; semua bentuk yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika yadnya. Seorang yang melakukan tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan, kesaktian fisik, atau agar dianggap sebagai orang suci juga tergolong yadnya rajasik.
3). Tamasika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan tanpa sastra, tanpa punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini adalah kelompok orang yang beryadnya tanpa arah tujuan yang jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh orang-orang yang tegolong melaksanakan tamasikan yadnya antara lain orang yang pergi sembahyang ke pura hanya ikut-ikutan, malu tidak ke pura karena semua tetangga pergi ke pura, orang gotong royong di pura atau di tempat umum juga hanya ikut-ikutan tanpa menyadari manfaatnya. Termasuk dalam katagori ini adalah orang yang beryadnya karena terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang maturan. Terpaksa memberikan punia karena semua orang melakukan punia. Terpaksa puasa karena orang-orang berpuasa. Jadi apapun yang dilaksanakannya adalah sia-sia, tiada manfaat bagi peningkatan karmanya.
Jenis-jenis yadnya di atas diuraikan dalam Kitab Bhagawad Gita
dalam beberapa sloka.
Untuk Yadnya yang berbentuk persembahan/upakara akan tergolong kualitas Satwika bila yadnya dilaksanakan berdasarkan :
Untuk Yadnya yang berbentuk persembahan/upakara akan tergolong kualitas Satwika bila yadnya dilaksanakan berdasarkan :
1.
Sradha, artinya yadnya
dilaksanakan dengan penuh keyakinan
2.
Lascarya, yaitu yadnya
dilaksanakan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.
3.
Sastra, bahwa pelaksanaan
yadnya sesuai dengan sumber-sumber sastra yang benar.
4.
Daksina, yaitu yadnya
dilaksanakan dengan sarana upacara serta punia kepada pemuput yadnya/manggala
yadnya.
5.
Mantra dan gita, yaitu
dengan melantunkan doa-doa serta kidung suci sebagai pemujaan.
6.
Annasewa, artinya memberikan
jamuan kepada tamu yang menghadiri upacara. Jamuan ini penting karena setiap
tamu yang datang ikut berdoa agar pelaksanaan yadnya berhasil. Dengan jamuan
maka karma dari doa para tamu undangan menjadi milik sang yajamana.
7.
Nasmita, bahwa yadnya yang
dilaksanakan bukan untuk memamerkan kekayaan dan kemewahan
Apapun jenis yadnya yang kita lakukan seharusnya yang menjadi
tolok ukur adalah kualitas yadnya. Sedangkan kualitas yadnya yang harus dicapai
setiap pelaksanaan yadnya adalah Satwika Yadnya. Tidak ada gunanya yadnya yang
besar tetapi bersifat rajas atau tamas.
3.
PANCA YADNYA
Panca Yadnya adalah lima macam korban suci dengan tulus ikhlas
yang wajib dilakukan oleh umat Hindu. Pelaksanaan Panca yadnya adalah sebagai
realisasi dalam melunasi kewajiban manusia yang hakiki yaitu Tri Rna ( tiga
hutang hidup ).
Dalam beberapa kitab dan pustaka memberikan penjelasan tentang Panca Yadnya yang berbeda, namun pada intinya memiliki kesatuan tujuan yang sama. Penjelasan-penjelasan tersebut antara lain :
Dalam beberapa kitab dan pustaka memberikan penjelasan tentang Panca Yadnya yang berbeda, namun pada intinya memiliki kesatuan tujuan yang sama. Penjelasan-penjelasan tersebut antara lain :
1.
Kitab Sathapata Brahmana.
Kitab ini merupakan bagian dari Reg Weda, menjelaskan panca yadnya
sebagai berikut :
1.
Bhuta Yadnya, yaitu yadnya untuk para bhuta
2.
Manusa Yadnya, yaitu persembahan makanan untuk sesama manusia.
3.
Pitra Yadnya, yaitu persembahan yang ditujukan untuk leluhur (
disebut swadha).
4.
Dewa Yadnya, yaitu persembahan kepada para dewa ( disebut swaha
).
5.
Brahma yadnya, yaitu yang dilaksanakan dengan mempelajari
pengucapan mantram cusi weda.
1.
Kitab Manawa Dharmasastra
Kitab Manawa Dharmasastra memberikan penjelasan tentang Panca
Yadnya sebagai berikut :
1.
Brahma Yadnya, adalah persembahan yang dilaksanakan dengan
belajar dan mengajar secara tulus ikhlas.
2.
Pitra Yadnya, adalah persembahan tarpana dan air kepada leluhur.
3.
Dewa yadnya, adalah persembahan minyak dan susu kepada para
dewa.
4.
Bhuta Yadnya, adalah pelaksanaan upacara bali untuk butha.
5.
Nara Yadnya , adalah penerimaan tamu dengan ramah-tamah.
1.
Lontar Korawa Srama
2.
Dalam lontar Korawa Srama terdapat penjelasan Panca yadnya
sebagai berikut:
3.
Dewa Yadnya, adalah persembahan dengan sesajen dan mengucapkan
Sruti dan Stawa pada waktu bulan purnama.
4.
Rsi Yadnya, adalah persembahan punia, buah-buahan, makanan, dan
barang yang tidak mudah rusak kepada para Maha Rsi.
5.
Manusa Yadnya adalah persembahan makanan kepada masyarakat.
6.
Pitra Yadnya adalah mempersembahkan puja dan banetn kepada
leluhur.
7.
Bhuta Yadnya, adalah mempersembahkan puja dan banten kepada
bhuta.
1.
Lontar Agastya Parwa
Penjelasan tentang Panca Yadnya dari lontar Agastya Parwa adalah
yang menjadi acuan utama pelaksanaan yadnya di Indonesia. Menurut lontar ini
Panca yadnya adalah :
1.
Dewa Yadnya, yaitu persembahan dengan minyak dan biji-bijian
kehadapan Dewa Siwa dan Dewa Agni di tempat pemujaan dewa.
2.
Rsi Yadnya, yaitu persembahan dengan menghormati pendeta dan
membaca kitab suci.
3.
Pitra Yadnya, yaitu upacara kematian agar roh yang meninggal
mencapai alam Siwa.
4.
Bhuta Yadnya, yaitu persembahan dengan mensejahterakan tumbuhan
dan menyelenggarakan upacara tawur serta upacara panca wali krama.
5.
Manusa Yadnya, yaitu persembahan dengan memberi makanan kepada
masyarakat.
Dari beberapa sumber di atas yang lebih tepat digunakan sebagai
dasar pelaksanaan yadnya di Indonesia adalah Lontas Agastya Parwa. Tetapi dalam
konteks pengertian dan pelaksanaannya mengacu pada penjelasan-penjelasan Kitab
Weda sehingga di Indonesia Panca Yadnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Dewa Yadya, adalah persembahan yang tulus iklhas kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya. Dewa Yadnya dilaksanakan
terutama dalam rangka memenuhi kewajiban Dewa Rna, yakni hutang hidup kepada
Ida Sang Hyang Widhi.
Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk.
Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi yadnya dengan cara
melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh
tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagaimana sabda Tuhan melalui Bahagawad Gita dalam
beberapa sloka seperti :
Yajòàathàt karmano ‘nyatra loko
‘yaý karma-bandhanah,
Tad-artham karma kaunteya mukta-saògaá samàcara
( Bhagawad Gita, III.9 )
Artinya:
Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti ( Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan dan jangan terikat dengan hasilnya.
Tad-artham karma kaunteya mukta-saògaá samàcara
( Bhagawad Gita, III.9 )
Artinya:
Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti ( Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan dan jangan terikat dengan hasilnya.
Tasmàd asaktaá satataý kàryaý
karmasamàcara,
Asakto hy àcaran karma param àpnoti pùrsaá
( Bhagawad Gita, III.19 )
Asakto hy àcaran karma param àpnoti pùrsaá
( Bhagawad Gita, III.19 )
Artinya:
Oleh karena itu, tanpa keterikatan, lakukanlah selalu kegiatan kerja yang harus dilakukan, karena dengan melakukan kerja tanpa pamrih seperti itu membuat manusia mencapai tingkatan tertinggi.
Oleh karena itu, tanpa keterikatan, lakukanlah selalu kegiatan kerja yang harus dilakukan, karena dengan melakukan kerja tanpa pamrih seperti itu membuat manusia mencapai tingkatan tertinggi.
Saktàá karmaóy awidwàmso yathà
kurwanti bhæata,
Kuryàd widwàýs tathàsaktaú cikìrûur loka-saògraham
( Bhagawad Gita, III.25 )
Artinya:
Kuryàd widwàýs tathàsaktaú cikìrûur loka-saògraham
( Bhagawad Gita, III.25 )
Artinya:
Bhàrata
Seperti orang bodoh yang
bekerja karena pamrih dari kegiatannya, demikian pula hendaknya orang
terpelajar bekerja, wahai ( Arjuna ), tetapi tanpa pamrih dan semata-mata
dengan keinginan untuk memelihara kesejahteraan tatanan dunia ini saja.
Selanjutnya jika kita beryadnya dalam bentuk dana/harta , atau
beryadnya dalam bentuk jnana (pengetahuan), atau yadnya dalam bentuk tapa serta
yadnya dalam bentuk persembahan/upakara haruslah dilakukan dengan ikhlas dan
tanpa pamrih. Jika semua yadnya yang dilaksanakan dengan tujuan sebagai
persembahan kepada Tuhan maka jadilah yadnya tersebut Satwika. Dalam Kitab Suci
Bhagawad Gita banyak dijelaskan berbagai bentuk yadnya yang Satwika.
2.
Rsi Yadnya, adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada para rsi
dan orang suci. Pelaksanaan yadnya ini sebagai wujud terima kasih atas segala
jasa yang telah diberikan oleh para rsi dan orang suci pada kita . Menurut
Hindu atas jasa para rsi dan orang suci ini menyebabkan kita memiliki hutang
yang disebut Rsi Rna.
Contoh Rsi Yadnya yang berbentuk Upakara adalah Rsi Bojana.
Sedangkan bentuk lain Rsi Yadnya adalah dengan melaksanakan ajaran-ajaran suci
para rsi, hormat dan bakti serta melayani para sulinggih/ orang suci secara
tulus ikhlas. Dalam melaksanakan upacara seharusnya sang yajamana menghaturkan
punia daksina pada sulinggih/ pemuput karya yang sesuai, sebab jika tidak maka
karma baik atas upacara yadnya yang dilaksanakan akan menjadi milik sang
pemuput karya.
3.
Pitra Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus ikhlas untuk para
leluhur dan orang tua. Pitra yadnya wajib dilakukan untuk membayar hutang hidup
kepada orang tua dan leluhur yang disebut Pitra Rna.Tanpa ada leluhur dan orang
tua sangat mustahil kita akan lahir di dunia ini. Oleh karena itu hutang hidup
ini harus dibayar dengan bentuk Upacara Pitra Yadnya.
Di Bali Upacara Pitra Yadnya dikenal memiliki beberapa tingkatan
seperti :
a. Sawa Prateka, yakni upacara perawatan dan penyelesaian jenasah seperti dikubur ( mekingsan ring pertiwi ), dibakar ( mekingsan ring geni) dsb.
b. Asti Wedana yaitu tingkatan upacara pitra yadnya yang lebih tinggi yang umumnya disebut NGABEN. Bentuk asti wedana adalah :
a. Sawa Prateka, yakni upacara perawatan dan penyelesaian jenasah seperti dikubur ( mekingsan ring pertiwi ), dibakar ( mekingsan ring geni) dsb.
b. Asti Wedana yaitu tingkatan upacara pitra yadnya yang lebih tinggi yang umumnya disebut NGABEN. Bentuk asti wedana adalah :
1.
Sawa Wedana yaitu upacara ngaben bila yang dibakar adalah
jenasah. Upacara ini dikenal juga dengan nama SWASTA.
2.
Asti Wedana yaitu upacara pengabenan dengan membakar jenasah
yang sudah berbentuk tulang ( sudah dikubur terlebih dahulu).
3.
Ngerca Wedana yaitu upaca ngaben dengan membakar simbol sebagai
pengganti tulang/jenasah orang yang sudah meninggal. Upacara ini biasanya
dilakukan untuk orang yang waktu meninggal telah mekingsan ring geni, atau
meninggal tetapi jenasahnya tidak ditemukan ( misalnya meninggal di laut atau
di hutan ), atau juga jenasah yang dikubur tetapi tulangnya tidak ditemukan.
c. Atma Wedana, yaitu upacara tingkat berikutnya yang bertujuan
lebih menyempurnakan jiwatman yang telah diabenkan dari alam surga menuju alam
dewa/moksa.
Bentuk atma wedana antara lain, ngeroras, mukur, maligia.
Disamping bentuk upacara pitra yadnya sebagaimana dijelaskan di atas yang lebih penting dilakukan masa kini adalah bagaimana usaha kita untuk menjunjung nama baik dan kehormatan leluhur dan orang tua. Jadi pitra yadnya dalam kaitan kewajiban sebagai siswa adalah dengan belajar sebaik-baiknya sebagaimana harapan orang tua. Melayani orang tua semasih hidup dengan ikhlas serta tidak mengecewakan dan menyakiti hati orang tua adalah merupakan pitra yadnya utama.
Bentuk atma wedana antara lain, ngeroras, mukur, maligia.
Disamping bentuk upacara pitra yadnya sebagaimana dijelaskan di atas yang lebih penting dilakukan masa kini adalah bagaimana usaha kita untuk menjunjung nama baik dan kehormatan leluhur dan orang tua. Jadi pitra yadnya dalam kaitan kewajiban sebagai siswa adalah dengan belajar sebaik-baiknya sebagaimana harapan orang tua. Melayani orang tua semasih hidup dengan ikhlas serta tidak mengecewakan dan menyakiti hati orang tua adalah merupakan pitra yadnya utama.
4.
Manusa Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus ikhlas untuk
kebahagiaan hidup manusia. Sesuai dengan pengertian tersebut maka segala bentuk
pengobanan yang bertujuan untuk kebahagiaan hidup manusia adalah tergolong
manusa yadnya. Selama ini pemahaman sebagian umat Hindu bahwa manusa yadnya
semata-mata upacara yang dilaksanakan oleh orang tua bagi anak-anaknya, sejak
dalam kandungan sampai menuju grahasta ( perkawinan).
Jika memahami pengertian manusa yadnya, maka bentuknya tidak
selalu upacara, serta peruntukannya bukan hanya untuk anak ( keturunan
sendiri). Bentuk manusa yadnya bisa bermacam-macam seperti yadnya dalam bentuk
dana, upacara, jnana, dan karma sepanjang tujuan yadnya tersebut adalah untuk
kebahagiaan hidup manusia. Artinya jika kita memberikan nasehat atau ilmu
kepada orang lain yang menyebabkan orang tersebut memperoleh kebahagiaan hidup
maka itu tergolong juga manusa yadnya. Demikian pula memberikan dana punia
untuk pendidikan anak bagi keluarga tidak mampu atau melaksanakan bhakti sosial
pengobatan bagi masayarakat kurang mampu juga termasuk manusa yadnya. Dengan
demikian maka sasaran manusa yadnya bukan hanya untuk anak/ keturunan sendiri,
tetapi bagi semua manusia tanpa memandang suku, agama maupun golongan.
5.
Butha Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus iklhas untuk para
butha agar tercipta kedamaian dan keharmonisan hidup di dunia.
Menurut konsep Hindu
bahwa semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Hyang Widhi yang memiliki
fungsi tersendiri dalam memutar roda kehidupan. Jadi semua mahluk termasuk para
bhuta memiliki hak hidup. Manusia sebagai mahluk yang memiliki sabda, bayu dan
idep memiliki peranan penting dalam menciptakan keharmonisan kehidupan. Oleh
karena itu manusia melaksanakan bhuta yadnya agar keseimbangan hidup tercipta.
Tujuan bhuta yadnya adalah agar para bhuta kala “somya”,
sempurna kembali menuju alamnya sendiri dan tidak mengganggu kehidupan manusia.
Secara sekala wujud bhuta yadnya adalah usaha kita agar menjaga kelestarian alam, tidak merusak mata air, hutan lindung, serta tindakan-tindakan lain yang dapat menjadi penyebab bencana alam.
Secara sekala wujud bhuta yadnya adalah usaha kita agar menjaga kelestarian alam, tidak merusak mata air, hutan lindung, serta tindakan-tindakan lain yang dapat menjadi penyebab bencana alam.
4.
PENILAIAN YADNYA
Dari uraian di atas maka kita akan dapat menilai diri sendiri
tentang yadnya yang kita lakukan. Untuk itu kita perlu secara jujur menjawab
beberapa pertanyaan untuk dianalisa kemudian menilai atas yadnya yang kita
laksanakan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
Bentuk apakah yadnya yang kita lakukan?
Selanjutnya kita dapat bertanya apakah yandya yang kita lakukan tergoong Nitya Yadnya ataukah Naimitika Yadnya?
Jika Yadnya tersebut berkaitan dengan materi, apakah tergolong utma, madya, ataukah nista?
Selanjutnya kita harus menggoongkan lagi kepada siapakah yadnya tersebut ditujukan? Apakah kepada Ida Sang Hyang Widhi, Rsi, Pitra, Manusia, ataukah Bhuta?
Terakhir sebagai tolok ukur karma yang paling penting harus kita nilai apakah yadnya yang kita lakukan bersifat Satwam, Rajas ataukah Tamas?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
Bentuk apakah yadnya yang kita lakukan?
Selanjutnya kita dapat bertanya apakah yandya yang kita lakukan tergoong Nitya Yadnya ataukah Naimitika Yadnya?
Jika Yadnya tersebut berkaitan dengan materi, apakah tergolong utma, madya, ataukah nista?
Selanjutnya kita harus menggoongkan lagi kepada siapakah yadnya tersebut ditujukan? Apakah kepada Ida Sang Hyang Widhi, Rsi, Pitra, Manusia, ataukah Bhuta?
Terakhir sebagai tolok ukur karma yang paling penting harus kita nilai apakah yadnya yang kita lakukan bersifat Satwam, Rajas ataukah Tamas?
Dengan melakukan penilaian diri terhadap setiap tindakan karma,
maka kita dapat berharap bahwa hidup ini tidak akan sia-sia. Hidup ini adalah
untuk meningkatkan kwalitas karma jiwatman sebagaimana yang disampaikan dalam
kitab Sarasamuscaya , sloka 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar