Selasa, 08 Mei 2012

GAYATRI MANTRAM, Fungsi & Berkahnya


OM AWIGHNAM ASTU NAMO SIDDHAM

Om Swastiastu...


Sudah banyak diantara umat Hindu yang mengenal dan hapal mantra Gayatri, namun belum semua diantara yang hapal dan mengenal mantra Gayatri mengetahui apa saja kegunaan dari mantra yang sangat universal ini dan dianggap sebagai ibunya mantra.

Untuk itu saya mencoba menyampaikan sedikit pengalaman mempergunakan mantra Gayatri dalam kehidupan sehari-hari dan dampak sampingan bagi kita untuk meningkatkan tingkat spiritual masing-masing.

Sebelumnya, perlu diketahui yang lebih penting dari pada itu adalah pemahaman tentang keberadaan diri kita sendiri yaitu bahwa kita lahir ke dunia bukanlah seorang diri. Secara kodrat sudah ditentukan bahwa manusia itu lahir ke dunia bersama dengan delapan saudara kembarnya sehingga menjadi sembilan dengan dirinya. Empat berada di luar diri manusia dan lima berada di dalam diri manusia yang dikenal dengan sebutan “sedulur papat kelima pancer”. Sedulur papat kelima pancer ini adalah merupakan kunci utama dari berhasil atau tidaknya seseorang mengarungi kehidupan di dunia ini dan di dunia kelanggengan. Ketika kita mau makan, berangkat kerja, sembahyang dan sebagainya kita harus mengajak mereka bersama-sama, agar kita dijaga dari hal-hal yang tidak kita inginkan.

MANTRA GAYATRI

OM BHUR BUWAH SWAH
TAT SAWITUR WARENYAM
BHARGO DEWASYA DHIMAHI
DHIYO YO NAH PRACODAYAT

(Ya Tuhan, Engkau penguasa alam nyata, alam gaib, alam maha gaib)
(Engkaulah satu-satunya yang patut hamba sembah)
(Engkaulah tujuan hamba dalam semadhi)
(Terangilah jiwa hamba agar hamba berada dijalan yang lurus menuju Engkau)

Purnama & Tilem


Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali.

Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya.

Canang

Canang merupakan upakara yang sangat sering digunakan dalam kehidupan beragama umat hindu khususnya di Bali. Hampir setiap hari dapat kita jumpai adanya umat yang menghaturkan canang sebagai wujud bhakti dan syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Walaupun bentuk dan ukuranya kecil, canang memiliki peranan yang sangat penting, sehingga canang juga disebut Kanista atau inti dari upakara. Sebesar apapun upakara tersebut maka tidak akan menjadi lengkap kalau tidak diisi dengan canang.

Canang terdiri dari dua suku kata yang berbahasa kawi yaitu "ca" yang berarti indah dan "nang" yang berarti tujuan. Jadi canang adalah sebuah sarana dalam bahasa Weda yang bertujuan untuk memohon keindahan (sundharam) kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Minggu, 06 Mei 2012

Pura Dalem

Kata Dalem secara harafiah berarti jauh atau sulit dicapai. Disebut demikian karena dalam kenyataannya Dewa Siwa adalah sulit dicapai oleh manusia karena beliau adalah niskala, wyapi-wyapaka.

Sakti dari Dewa Siwa adalah Dewi Durga, di mana kata Durga berarti jangan mendekat, sebagai wujud kroda dari Dewa Siwa yang berfungsi mempralina alam ciptaan Tuhan.
Dalam seni arca Siwa diwujudkan dalam berbagai-bagai bentuk sesuai dengan fungsi yang dijalankan. Siwa sebagai Mahadewa, Siwa sebagai Maha Guru Siwa sebagai Mahakala dan saktinya adalah Dewi Durga.

Siwa sebagai Mahadewa laksana atau cirinya adalah ardhacandrakapala yaitu lambang bulan sabit di bawah sebuah tengkorak yang disematkan pada mahkota, mata ketiga di dahi, upawita ular naga, tangannya empat masing-masing memegang cemara, aksamala, kamandalu dan trisula.

Siwa sebagai guru atau di Bali disebut Batara Guru laksananya adalah kamandalu, Trisula, perutnya gendut berkumis dan berjanggut panjang. Sedangkan sebagai Mahakala rupanya menakutkan seperti: raksasa, bersenjatakan gada.

Pura Puseh


Kata Puseh adalah berasal dari kata puser yang berarti pusat. Kata pusat di sini mengandung makna sebagai pusatnya kesejahteraan dunia yang mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi umat manusia, sehingga upacara-upacara yang berhubungan dengan kesuburan dunia dilaksanakan di Puseh.

Dewa Wisnu sebagai Dewa Pemelihara dari ciptaan Hyang Widi dalam seni arca digambarkan dengan laksana atau ciri bertangan empat yang masing-masing memegang, cakra, sangka dan buah atau kuncup teratai. Wahana adalah Garuda, sedangkan saktinya adalah Sri atau Laksmi (Dewi Kebahagiaan).

Mengenai denah dari Pura Puseh dapat dibagi atas dua bagian sebagaimana denah dari Pura Desa. Pembagian atas dua bagian tersebut adalah: halaman pertama atau disebut dengan jabaan dari pura dan halaman kedua disebut jeroan dari pura.

Pura Desa

Pura ini disebut dengan nama Pura Desa karena pura ini lazim ditempatkan di pusat desa yaitu pada salah satu sudut dari catuspata (perempatan agung).
Catus merupakan perubahan ucapan dari kata catur artinya tempat. Perubahan wianjana r menjadi s memang sering terjadi seperti dursila menjadi dussila menjadi susila, nirkala menjadi niskala dan lain-lain. Pata merupakan perubahan ucapan dari kata pada yang berarti dunia/alam. Dengan demikian catus pata adalah daerah bertemunya pengaruh yang datang dari empat buah slam yang ada di sekitar dunia ini (Timur, Selatan Barat dan Utara). Wujud nyata sebuah catus pata adalah jalan simpang empat atau perempatan.

Masyarakat tradisional Bali selaku kelompok masyarakat budaya dalam mengatur desa selaku daerah pemukiman dengan kelengkapannya seperti: pura, bale banjar, pasar, rumah, jalan, diatur dalam satu tata ruang. Filosofis pengaturan tata ruang tadi berdasarkan konsep catus pata dan luan teben, misalnya: pasar, wantilan, Pura Desa, rumah pembesar desa ditempatkan pada sudut-sudut dari catus pata.

Pura Desa menjadi tempat pusat kegiatan pelaksanaan upacara untuk kepentingan desa seperti upacara Ngusaba Desa, pasamuhan batara setelah upacara melis yang dilaksanakan sebelum upacara Panyepian. Pada beberapa daerah di Bali, Pura Desa disebut pula dengan nama Pura Bale Agung. Nama ini kemungkinan diambil dari nama bangunan Bale Agung yang terdapat pada bagian halaman pertama dari pura tersebut.

Kamis, 03 Mei 2012


Mencari Tanggal Lahir berdasarkan otonan/weton >Klik disini

Mencari/mengetahui Hari Raya Hindu >Klik disini

Untuk Mengetahui Rahinan/hari suci >Klik disini

Mengetahui Purnama dan Tilem pada tahun ini atau tahun yang lain. >Klik disini

Mengetahui piodalan di pura/merajan (misalnya Purnama Kapat), tanggal berapa jatuhnya piodalan tersebut? >Klik disini.

 Mencari tanggal jatuhnya ala-ayuning dewasa tertentu (misalnya semut sedulur, kala gotongan, dll). >Klik disini

Info ala-ayuning dewasa yang ada pada hari ini atau waktu yang lain. >Klik disini

Info hari libur, fakultatif dan peringatan pada bulan ini atau waktu yang lain.> Klik disini

Selasa, 01 Mei 2012

Bhuta Yadnya

Bhuta artinya unsur-unsur alam, sedangkan Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas.

Kata “Bhuta” sering dirangkaikan dengan kata “Kala” yang artinya “waktu” atau “energi” Bhuta Kala artinya unsur alam semesta dan kekuatannya. 

Bhuta Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan Bhuta Kala yang tujuannya untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya gunanya.

Manusa Yadnya

Manusa artinya manusia
Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas.

Upacara Manusa Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas dalam rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir kehidupan.

Pitra Yadnya

Pitra Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus ikhlas untuk para leluhur dan orang tua. Pitra yadnya wajib dilakukan untuk membayar hutang hidup kepada orang tua dan leluhur yang disebut Pitra Rna.Tanpa ada leluhur dan orang tua sangat mustahil kita akan lahir di dunia ini. Oleh karena itu hutang hidup ini harus dibayar dengan bentuk Upacara Pitra Yadnya. 

Rsi Yadnya

 Rsi Yadnya, adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada para rsi dan orang suci. Pelaksanaan yadnya ini sebagai wujud terima kasih atas segala jasa yang telah diberikan oleh para rsi dan orang suci pada kita . Menurut Hindu atas jasa para rsi dan orang suci ini menyebabkan kita memiliki hutang yang disebut Rsi Rna.

Contoh Rsi Yadnya yang berbentuk Upakara adalah Rsi Bojana. Sedangkan bentuk lain Rsi Yadnya adalah dengan melaksanakan ajaran-ajaran suci para rsi, hormat dan bakti serta melayani para sulinggih/ orang suci secara tulus ikhlas. Dalam melaksanakan upacara seharusnya sang yajamana menghaturkan punia daksina pada sulinggih/ pemuput karya yang sesuai, sebab jika tidak maka karma baik atas upacara yadnya yang dilaksanakan akan menjadi milik sang pemuput karya.

Dewa Yadnya



Dewa Yadya, adalah persembahan yang tulus iklhas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya. Dewa Yadnya dilaksanakan terutama dalam rangka memenuhi kewajiban Dewa Rna, yakni hutang hidup kepada Ida Sang Hyang Widhi.


Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi yadnya dengan cara melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,